Jamasan Tombak Pusaka Kanjeng Kiai Upas Rutin Digelar, Begini Kata Pj Bupati Tulungagung

oleh
oleh
Pj Bupati Tulungagung bersama Forkopimda ikut dalam ritual jamasan Pusaka Tombak Kanjeng Kiai Upas

TULUNGAGUNG, PANCARANNEWS.COM
Pemkab Tulungagung kembali menggelar upacara adat jamasan pusaka Tombak Kanjeng Kiai Upas di Pendapa Kanjengan Kepatihan yang sudah menjadi agenda rutin setiap tahunnya.

Tombak Kanjeng Kiai Upas merupakan Pusaka kebanggaan masyarakat kabupaten Tulungagung yang diyakini masih memiliki daya magis yang kuat.

Prosesi jamasan Tombak Kanjeng Kiai Upas merupakan salah satu adat istiadat yang diturunkan dari nenek moyang terdahulu, yang dilaksanakan setahun sekali tepatnya pada hari Jumat kedua bulan Sura.

Serangkaian upacara adat jamasan tombak Pusaka Kanjeng Kiai Upas diawali dengan kirab air suci yang diambil dari 9 sumber mata air di Tulungagung. Kemudian, air tersebut diserahkan ke Pj Bupati Tulungagung Heru Suseno yang selanjutnya untuk dilakukan jamasan (memandikan) tombak pusaka Tulungagung.

Pj Bupati Tulungagung, Heru Suseno, mengatakan, Upacara adat ini merupakan bagian dari upaya kami untuk memelihara dan melestarikan nilai-nilai adat yang mempunyai nilai budaya tinggi dengan mengedepankan kearifan lokal dan memperkaya kekayaan sejarah Kabupaten Tulungagung.

Secara luas, kata Pj Bupati, bahwa Tombak Warisan Kanjeng Kyai Upas mempunyai pengaruh yang besar dan itu terbukti orang Belanda dahulu tidak bisa masuk atau menetap di wilayah Tulungagung.

“Acara seperti ini juga merupakan bentuk rasa syukur dan permohonan kepada Allah SWT agar masyarakat dan wilayah Tulungagung dapat berkembang dengan baik dan penuh keberkahan,” ungkapnya, Jumat (19/07/2024).

Masih menurut Pj Bupati Tulungagung, dengan kembalinya pusaka Tombak Kiai Upas ke pendopo kanjengan mempunyai makna bahwa pusaka Kabupaten Tulungagung sudah kembali ke lokasi seperti semula.

Kedepannya, untuk merealisasikan upacara Adat ini dijadikan sebagai wisata budaya itu harus dikemas dalam bentuk pertunjukan yang menarik. Namun demikian disisi lain ada yang masih meyakini sakralitasnya sehingga kita lakukan prosesi sesuai dengan yang dilakukan oleh pendahulu – pendahulu yang terdahulu.

“Jangan sampai kita salah kedepannya. Dan semoga kedepannya bisa mulai dibuka dan dipertontonkan sebagai kalender wisata, tanpa mengubah prosesi,” imbuhnya menandaskan.(jn)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *